Pengantar dari penulis:
Artikel ini dimuat oleh Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001, halaman
28 kolom 1 s.d. 9 yang disalin kembali seperti di bawah ini dengan
koreksi nama Shigetada Nishijima yang di KOMPAS tertulis Sigetada
Nishijima.
SAYA merasa beruntung mendapat peluang mewawancarai
satu-satunya saksi hidup peristiwa bersejarah perumusan naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dia adalah Shigetada Nishijima (90),
yang kini hidup bersama isterinya di suatu apartemen di Tokyo.
Pertemuan kami berlangsung dalam suasana kekeluargaan yang kental. Ini
merupakan wawancara saya yang kedua dengan Nishijima. Pertama, pada
bulan November 1990 di kediaman Nu. Adam Malik di Jalan Diponegoro 29,
Jakarta Pusat. Kedua, tanggal 10 Oktober 2000 di Meguro-ku, Tokyo.
PERTEMUAN itu diatur beberapa hari sebelumnya. Kedatangan saya
diterima dalam suasana kekeluargaan yang hangat oleh Shigetada
Nishijima dan Hideki Nishijima, puteranya kelahiran Bandung. Ketika itu
Ny. Nishijima sedang sakit.
Berbincang-bincang selama satu jam penuh dengan tokoh seperti
Shigetada Nishijima, merupakan suatu kehormatan bagi saya. Nishijima
telah menyediakan sjumlah bahan-bahan wawancara. Nishjima
memperlihatkan beberapa dokumen penting, antara lain empat halaman
surat Mr. Ahmad Subarjo bertanggal 18 Oktober 1954, sepucuk surat Adam
Malik, surat asli Bung Hatta bersama amplopnya yang masih berperangko.
Nishijima menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada saya. Sebuah
naskah memoarnya dalam bahasa Jepang menjadi rujukan dalam wawancara
itu.
Nishijima adalah pribadi yang menarik. Dia seorang yang periang,
ingatannya masih cerelang, suaranya lantang, fasih berbahasa Indonesia,
Inggris, dan Belanda. Sebelum pendudukan Jepang, Nishijima tinggal di
Jakarta, kemudian pindah ke Bandung sebagai pegawai di Toko Jepang,
Chiyoda. Karena pergaulannya yang erat dengan para pemuda pejuang
Indonesia menjelang pendudukan Jepang, pemerintah colonial Belanda
menangkap Nishijima. Dia mendekam di kamp tahanan politik berpenghuni
kira-kira 500 orang di Garut. Di antara tahanan itu ada Adam Malik,
Asmara Hadi, S.K. Trimurti, dan lain-lain.
Laksamana Tadashi Maeda
Pada masa pendudukan Jepang, Nishijima adalah tangan kanan sekaligus
penerjemah bagi Laksamana Tadashi Maeda. Menjelang proklamasi
kemerdekaan, Nishijima banyak membantu para pemuda, antara lain Adam
Malik, Sukarni, Chairul Saleh, Elkana Lumban Tobing, B.M. Diah, Wikana,
Pandu, dan lain-lain.
Wawancara dengan Nishijima saya fokuskan pada peristiwa perumusan
naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945
malam di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol 1,
Jakarta Pusat sekarang.
Laksamana Tadashi Maeda dan Shigetada Nishijima telah sepakat,
bertekad bulat untuk tidak menceritakan kepada Sekutu tentang
keterlibatan mereka dalam perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia itu. Alasannya antara lain untuk melindungi nama baik
Republik Indonesia. Terlebih, Sekutu sudah mencium keterlibatan pihak
Jepang. Sekutu menuduh bahwa Proklamasi itu adalah rekayasa pihak
Jepang. Di bawah ini beberapa petikan wawancara dengan Shigetada
Nishijima, sebagai berikut:
Tanya (T): Pak Nishijima, bagaimana sikap Laksamana Tadashi
Maeda dan Pak Nishijima sendiri menghadapi tuduhan Sekutu tentang
keterlibatan pihak Jepang dalam perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia tanggal 16 Agustus 1945?
Jawab (J): Terus terang, Laksamana Muda T. Maeda dan saya berusaha
sekeras-kerasnya untuk menjaga nama baik Republik Indonesia, agar jangan
sampai Belanda bias mengecap RI itu sebagai bikinan Jepang. Pada akhir
bulan Desember 1946, E.S. Pohan sebagai war crime's suspect,
dipindahkan dari salah satu tempat ke penjara Gang Tengah. Dia
dimasukkan ke double sel yang tadinya ditempati Tuan T. Maeda. Kemudian
Tuan T. Maeda dipindahkan ke dalam sel saya. Memang ini adalah
kesalahan dari pihak pengurus penjara. Karena Tuan T. Maeda dan saya
masih belum diperiksa mengenai rapat dan kejadian di rumah Tuan T.
Maeda. Kami berdua merasa amat senang. Kami berunding betul-betul
sampai mana boleh terus terang dan mana harus tinggal diam saja
mengenai perumusan naskah proklamasi.
Karena pada waktu itu Belanda berusaha keras untuk mengecap Republik
sebagai bikinan Jepang. Karena apa? Karena tanggalnya ditulis ‘05. ’05
artinya artinya tahun Jepang, bukan ’45. Biarpun pemeriksa
berturut-turut empat hari menekan saya sampai akhirnya mengeluarkan air
kencing berdarah, saya tetap tidak mengaku. Umur saya waktu itu hamper
36 tahun dan masih bisa tahan.
T: Siapa saja yang duduk di meja bundar ketika merumuskan naskah Proklamasi itu?
J: (Sambil menggambarkan suasana di ruangan itu Nishijima berkisah).
Di sini duduk Tuan Maeda, Tuan Sukarno, Tuan Hatta, Mr. Subarjo, saya
sendiri, Tuan Yoshizumi, dan S. Miyoshi dari Angkatan Darat. Kami
membicarakan bagaimana teks proklamasi. Pemuda ada di luar, antara lain
Sukarni, Chairul Saleh dan yang lainnya. Pemuda meminta agar supaya
teks itu bunyinya keras, artinya hebat. Padahal saya sendiri sebagai
pihak Jepang, apalagi saya tahu sedikitnya international law bahwa jika
pihak Jepang mengakui dan menyetujui teks itu, kita akan dimarahi oleh
Sekutu. Jadi kata-kata itu harus dirumuskan. Sehingga ada
perubahan-perubahan. Perubahan itu, tentang kata penyerahan,
dikasihkan, atau diserahkan. Itu tidak bisa. Perebutan juga kita tidak
mau mengakuinya. Sehingga di sini diadakan pemindahan kekuasaan.
Sukarno sendiri menulis diselenggarakan. Pihak Indonesia tidak mengakui
bahwa itu dicampuri oleh Jepang.
T: Apakah Pak Nishijima pernah menulis tentang peristiwa perumusan naskah Proklamasi itu?
J: Saya dan sudara Koichi Kishi sudah menerbitkan buku tentang
pendudukan Jepang di Indonesia dalam bahasa Jepang berjudul Indonesia
niokeru Nihon Gunsei no Kenkyu yang diterbitkan pada bulan Mei 1959.
Soal perumusan juga tertera di dalam buku itu. Tidak kurang dari 100
tulisan ditambah televise BBC London dan NHK Tokyo yang menyiarkan
keterlibatan saya dalam perumusan naskah Proklamasi.
T: Bagaimana pendapat Pak Nishijima tentang sikap pihak
Indonesia yang tidak mengakui keterlibatan Jepang dalam penyusunan
naskah Proklamasi itu?
J: Saya memahami perasaan pihak Indonesia bahwa soal proklamasi itu
betul-betul peristiwa bersejarah. Jadi mereka tidak mau mengakui bahwa
orang Jepang campur tangan dalam hal itu.
T: Bagaimana reaksi pemimpin-pemimpin Indonesia terhadap
klarifikasi Pak Nishijima bahwa sebenarnya pihak Jepang mengambil
bagian dalam perumusan Proklamasi itu?
J: Sampai sekarang saya tidak menerima “bantahan secara terbuka”
dari pihak Indonesia, baik dari pelaku-pelaku maupun pemuda-pemuda atau
pemimpin-pemimpin yang mengintip.
T: Apakah ada saksi lain yang dapat membenarkan keterangan Pak Nishijima itu?
J: Ada, Nyonya Satsuki Mishima, alamat 1-28-16, Bukomotomachi,
Amagasaki-shi, telepon 064-31-2509. Dialah yang menyediakan makan sahur
bagi Bung Karno dan Bung Hatta. Saya Tanya kepadanya tentang berapa
orang Jepang duduk di meja bundar bersama-sama Bung Karno, Drs. Hatta
dan Mr.
Subarjo. Dia menjawab tegas bahwa ada Laksamana T. Maeda, T. Yoshizumi, S. Nishijima, dan S. Miyoshi dari Angkatan Darat.
T: Sejauh mana Pak Nishijima mengenal Bung Karno, Bung Hatta, Adam Malik, dan Ahmad Subarjo?
J: Saya mengenal Bung Karno dan Bung Hatta di Jakarta. Ketika itu
pemuda begitu berkobar. Sehingga saya menjadi pengantara. Ketika itu
saya sudah kenal baik sama Bung Karno dan Bung Hatta. Saya bersama-sama
pergi ke Makassar pada masa perang. Jadi ketika itu saya terpaksa
menjadi pengantara pemuda, Karni, dan Chairul Saleh. Bung Karno juga
baik sekali sama saya. Adam Malik melihat saya sebagai saudara. Saya
juga menganggap dia sebagai saudara. Dia bekas pejuang. Jadi saya
menghargai betul.Mr. Subarjo adalah sahabat baik saya. Dia menulis
surat kepada saya pada tanggal 18 Oktober 1954. Subarjo antara lain
menulis, “Percayalah bahwa sampai mati saya tak akan lupa teman-teman
di Jepang yang dengan hati suci dan sungguh-sungguh membantu kami dalam
melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hanya orang sedikit
saja yang tahu menahu akan seluk-beluknya di sekitar Proklamasi. Dan,
sudah barang biasa dalam sejarah dunia bahwa di belakang
kejadian-kejadian yang sangat penting masih terbenam beberapa
faktor-faktor yang tak diketahui oleh umum. Seperti dalam Proclamation
of Independence daripada Amerika Serikat, baru saja belakangan hari ini
diketahui bahwa bukan Thomas Jefferson yang merancangkannya, tetapi
seorang bernama Thomas Paine yang menulis beberapa buku ilmu filsafat,
seperti The Rights of Man. Baru 150 tahun sesudah Proklamasi
Kemerdekaan Amerika, orang mulai mengetahui bahwaThomas Paine itu yang
merancangkan kata-kata Declaration of Independence itu.
Maka dari itu, penting sekali kalau orang-orang seperti Tuan yang
tahu betul seluk-beluknya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menulis
feitennya (faktanya, penulis). Terserah kepada historicus yang akan
dating untuk menulis dengan cara obyektif dan perasaan tanggung jawab
terhadap kebenaran, bagaimana terjadinya Proklamasi kita iti.”
Itu yang ditulis Subarjo. Adam Malik sendiri pernah mengatakan
kepada saya, 22 Desember 1976 di Hotel Takanawa Prince, Tokyo, “Saya
dengar dari Sdr. Sukarni almarhum bahwa Sdr. Nishijima ikut serta
merumuskan naskah proklamasi, dan saya mengerti sikap saudara yang
menutup hal itu terhadap Belanda untuk menolong Republik,” kata Adam
Malik.
Bung Karno juga mengakui bahwa orang-orang Jepang secara pribadi
tidak sedikit yang ikut berjuang bersama-sama bangsa Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan. Untuk menghargai jasa-jasa mereka, khususnya
Ichiki Tatsuo dan Yoshizumi Tomegoro, pada tanggal 15 Februari 1958,
ketika Bung Karno berada di Tokyo menyerahkan kepada saya teks sebuah
prasasti untuk disimpan di biara Buddha Shei Shoji di Minatoku, Tokyo.
Terasa wawancara selama satu jam berlalu sangat cepat. Keinginan
saya untuk menggali informasi lainnya terpaksa diurungkan, karena Pak
Nishijima tampak kelelahan. Itulah sekelumit wawancara dengan Shigetada
Nishijima. Mudah-mudahan harapan Nishijima dan Mr. Ahmad Subarjo
tercapai, yaitu agar ada sejarawan yang menulis peristiwa penyusunan
naskah Proklamasi sesuai fakta.
Basyral Hamidy Harahap
Sekretaris Yayasan Adam Malik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar