Foto : Presiden Soekarno sedang berjalan di depan pasukan RPKAD (Kopassus)
Antara tahun 1961-1966 meletus konfrontasi Indonesia dart Malaysia
yang kemudian memicu konflik bersenjata di perbatasan baik berupa
penyusupan pasukan gerilya maupun pasukan regular. Tapi karena konflik
itu merupakan peperangan yang tidak diumumkan (undeclared war)
infiltrant yang menyusup menggunakan nama sukarelawan meskipun sebagian
besar di antaranya merupakan anggota ABRI/TNI. Turunnya anggota TNI
itu merupakan langkah antisipasi mengingat musuh yang dihadapi
merupakan tentara profesional bersenjata lengkap dan didukung oleh
persenjataan modern mulai dari tank hingga pesawat tempur.
Konflik
itu sendiri awalnya berlangsung di Kesultanan Brunei dan jauh dari
masalah di dalam negeri Indonesia. Pada 8 Desember 1962 di Kesultanan
Brunei Darussalam yang kaya minyak dan merupakan protektorat Kerajaan
Inggris meletus pemberontakan bersenjata. Para pemberontak yang tidak
puas secara ekonomi dan politik di Brunei berniat mendirikan negara
merdeka, Negara Kesatuan Kalimantan Utara (NKKU).
Dalam
upacara proklamasinya para petinggi NKKU yang berasal dari Partai
Rakyat pimpinan Ahmad Azahari rupanya tidak hanya memberontak terhadap
Kesultanan Brunei tapi juga tidak setuju terhadap upaya pembentukan
negara federasi Malaysia. Sebuah negara federasi yang sedang
direncanakan akan dibentuk di antara daerah-daerah yang selama ini
menjadi jajahan Inggris di wilayah Asia Tenggara.
Aksi
pemberontakan di Brunei yang dimotori oleh sayap militer Partai Rakyat,
Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) ternyata tidak berumur
panjang. Pasalnya pemerintah Inggris segera turun tangan dengan
mengirimkan pasukan Gurkha dari Singapura. Berkat kemampuan tempur
Gurkha yang sangat teruji para pemberontak TNKU segera bisa ditumpas dan
banyak di antara para pemberontak yang selamat lari masuk hutan di
Kalimantan Utara.
Pemberontak yang berhasil menyusup ke
hutan serta merta menggalang dukungan dari penduduk setempat yang
secara geografis wilayahnya ada yang masuk ke Indonesia. Untuk
menggalang dukungan, gerilyawan TNKU tidak lagi ingin meruntuhkan
pemerintahan monarki Brunei melainkan menyerukan ketidaksetujuannya
terhadap pembentukan negara federasi Malaysia. Perang gerilya pun makin
berkecamuk dan pasukan Inggris yang sudah berhasil mengamankan Brunei
merasa kewalahan ketika medan tempur meluas hingga wilayah Kalimantan
Utara, Sabah, dan Sarawak.
Bung Karno marah
Ketika
pemberontakan di Brunei meletus secara tiba-tiba Presiden Soekarno
sebenarnya sempat berang karena secara terang-terangan Brunei menuduh
Indonesia sebagai penggerak kaum pemberontak. Tuduhan itu cukup masuk
akal karena pemimpin Par-tai Rakyat, Azahari pernah menjadi anggota TNI
dan bertempur di Yogyakarta. Meskipun ketika meletus pemberontakan,
Azahari sedang ke Filipina untuk mencari dukungan, dan pemberontakan
dilakukan oleh TNKU, Brunei tetap bersikeras Indonesia memberikan
dukungan. Apalagi sisa pasukan TNKU yang lari menyusup ke Kalimantan
Utara terus melancarkan perang gerilya dan diyakini mendapat dukungan
dari warga Indonesia yang bermukim di Kalimantan Utara.
Akibat
serangan gerilya yang bertujuan menggagalkan pembentukan Federasi
Malaysia, pemerintah Malaysia yang saat itu berpusat di Kuala Lumpur
juga turut melontarkan kecaman terhadap Indonesia. Presiden Soekarno
pun makin meradang akibat kecaman yang berasal dari dua kubu itu.
Pemerintah
Indonesia pada awalnya tidak secara terbuka menolak pembentukan negara
Federasi Malaysia yang akan menggabungkan bekas jajahan Inggris
seperti Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei. Gagasan untuk
pembentukan negara federasi itu sendiri awalnya berasal dari Perdana
Menteri Persekutuan Tanah Melayu Tunku Abdul Rah-man yang dikemukakan
di depan forum The Foreign Correspondents Association of South East
Asia. Pemerintah Indonesia masih bersikap pasif karena sedang
disibukkan dengan kampanye Trikora untuk membebaskan Irian Barat.
Presiden Soekarno yang sedang menghadapi masalah ekonomi juga berusaha
tetap menahan diri kendati keinginan untuk berkonfrontasi dengan
Malaysia sudah naik ke ubun-ubun.
Namun sesudah beberapa
bulan mendiamkan saja beragam kecaman yang diontarkan Kuala Lumpur,
pada bulan April 1963 Bung Karno betul-betul tidak bisa menahan din. Di
depan peserta yang menghadiri Konferensi Wartawan Asia Afrika yang
berlangsung di Jakarta, Bung Karno terang-terangan menentang
pembentukan negara Federasi Malaysia. Konfrontasi dengan Malaysia pun
tak terelakkan dan seluruh kekuatan politik dan militer Indonesia
segera diarahkan untuk mengempur Malaysia.
Militer
Indonesia yang sebelumnya digelar untuk Operasi Trikora kembali
disibukkan oleh perintah Bung Karno yang sangat tiba-tiba itu. Secara
psikologis militer Indonesia bahkan tidak berharap terjadi perang
karena musuh yang dihadapi, khususnya Inggris dan sekutunya sangat
kuat. Tapi perintah pemimpin besar revolusi yang sedang emosional tetap
harus dijalankan sebaik-baiknya.
Keadaan makin memanas
karena pada tanggal 29 Agustus 1964 pembentukan negara Malaysia telah
ditetapkan di Kuala Lumpur dan London. Pengumuman yang dilakukan secara
mendadak dan sepihak itu sangat mengejutkan karena tim pencari fakta
PBB yang terdiri dari sembilan negara belum sempat meyelesaikan
tugasnya. Tim itu bahkan belum tiba di Kalimantan Utara tapi pengumuman
berdirinya negara Malaysia ternyata telah berlangsung. Pengumuman itu
bagi Presiden Soekarno yang pernah menghadiri KTT di Mania dan
membicarakan tentang berdirinya negara Malaysia tidak hanya melanggar
kesepakatan KTT tapi juga menghina pribadi Soekarno.
Dalam
kesepakatan KTT di Mania, Soekarno tidak menghalangi pembentukan
negara federasi Malaysia asalkan diadakan jajak pendapat terlebih
dahulu terhadap masyarakat yang tinggal di Kalimantan Utara.
Menyikapi
pengumuman pembentukan negara Malaysia yang bersifat melecehkan
kedaulatan Indonesia itu, Soekarno dan kabinetnya segera menempuh jalur
keras. Mereka mengemukakan pembentukan Malaysia melanggar tiga hal.
Pertama, tidak demokratis, kedua bertentangan dengan KTT Manila, dan
ketiga bertentangan dengan resolusi PBB mengenai dekolonisasi. Reaksi
keras dan konfrontatif yang kemudian ditunjukkan oleh pemerintah
Indonesia adalah tidak hanya sekedar merestui aksi penyusupan para
sukarelawan masuk ke seberang perbatasan Malaysia. Tetapi secara
terangterangan kekuatan pasukan ABRI mulai menampakkan dukungannya
kepada perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Aksi ganyang Malaysia pun
tinggal menunggu hari.
Dwikora
Tindakan
militer untuk menggempur Malaysia pun dikumandangkan oleh Soekarno di
de-pan rapat raksasa di Jakarta pada 3 Mei 1964. Presiden Soekarno lalu
mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Poin pertama
Dwikora adalah petinggi ketahanan revolusi Indonesia. Kedua, membantu
perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, dan Sabah
untuk menghancurkan Malaysia.
Komando tempur Dwikora dipercayakan
kepada Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani yang menjabat
sebagai Panglima Komando Siaga (KOGA). Sementara tugas yang dibebankan
kepada KOGA adalah mempersiapkan operasi militer terhadap Malaysia.
Sebagai Panglima KOGA, Omar Dhani bertanggung jawab langsung kepada
Panglima Tertinggi ABRI/ KOTI, Presiden Soekarno. Tapi sebelum KOGA
dibentuk, aksi penyusupan yang dilancarkan oleh sukarelawan Indonesia
sudah berlangsung cukup lama.
Operasi penyusupan yang
digelar Indonesia ke wilayah perbatasan Malaysia sesungguhnya merupakan
operasi yang berbahaya karena musuh yang dihadapi merupakan pasukan
reguler terlatih dan berpengalaman di berbagai medan perang. Militer
Malaysia yang didukung Inggris dan negara-negara persemakmuran seperti
Selandia Baru serta Australia tidak bisa dihadapi oleh pasukan gerilya
yang menyamar dan mengunakan persenjataan terbatas. Gerilyawan
Indonesia yang terdiri dari para sukarelawan bahkan harus menghadapi
pasukan Gurkha dan SAS Inggris yang sudah sangat berpengalaman dalam
pertempuran hutan. Selain itu, garis perbatasan Malaysia-Indonesia yang
panjangnya sekitar 1.000 km juga tidak mungkin hanya diamankan oleh
pasukan gerilya.
Kondisi itu mungkin tidak terpikirkan
oleh Presiden Soekarno yang sedang bersemangat setelah sukses merebut
Irian Barat lewat Trikora. Tapi bagi Panglima Angkatan Darat Letnan
Jenderal Achmad Yani, situasi medan tempur di perbatasan itu sangat
merisaukannya, kendati Angkatan Darat sudah mengirim Batalyon II RPKAD
untuk mengamankan perbatasan. Letjen Ahmad Yani pun segera memanggil
personel andalan RPKAD yang sukses memimpin perang gerilya di Irian
Barat, Mayor Benny Moerdani. Tugas yang kemudian dibebankan kepada
Benny adalah segera berangkat ke Kalimantan Utara dan mengorganisasi
cara menangkal aksi penyusupan pasukan Inggris.
Mayor Benny Moerdani
Karena
tugas Benny merupakan misi rahasia dan setibanya di Kalimantan Utara
tidak menggunakan identitas prajurit RPKAD, Benny yang berangkat
langsung dari Cijantung hanya membawa tim kecil. Tujuan operasi
penyusupan tim kecil Benny adalah mengamati rute-rute penyerbuan yang
nantinya bisa dipakai oleh induk pasukannya. Kawasan yang pertama kali
menjadi daerah operasi Benny dan timnya di Kalimantan Utara adalah
sebuah dusun kecil yang berlokasi di seberang perbatasan
Serawak-Kalimantan Barat. Setelah sesuai dengan sasaran yang diserbu
oleh RPKAD dan satuan lainnya pasukan kecil Benny terus melaksanakan
tugas secara berpindah-pindah.
Selama melaksanakan misi
pengintaian dan penyusupan di perbatasan, Benny –meskipun pada saat itu
ABRI sudah secara terang-terangan membantu gerilyawan TNKU, harus
selalu melaksanakan taktik penyamaran Sesuai kebijakan yang diambil
pimpinan ABRI masa itu, Benny memperoleh identitas baru sebagai seorang
sukarelawan dan memakai seragam TNKU. Nama yang tertulis di kartu
anggota TNKU tetap Moerdani, tapi dia dijadikan warga masyarakat
Kalimantan Selatan, kelahiran Muarateweh, kota kecil yang berada di
tepi Sungai Mahakam. Bersama personel TNKU yang dipimpinnya Benny
kemudian mulai melancarkan perang gerilya terhadap pasukan Inggris.
Pasukan TNKU yang berintikan prajurit RPKAD yang sudah berpengalaman
tempur itu pun langsung menunjukkan prestasinya kendati musuh yang
dihadapi merupakan pasukan khusus SAS.
Diplomasi Intelejen
Dalam
suatu serangan penyergapan di pedalaman Kalimantan Timur yang berhutan
lebat pasukan gerilya TNKU berhasil menawan satu orang musuh, menembak
mati satu orang lagi, sementara dua musuh berhasil melarikan diri dan
lobos karena.diselamatkan heli Inggris. Dad total musuh yang berjumlah
empat orang, tim kecil bisa dipastikan anggota SAS yang sedang
menyusup.
Pasukan Khusus SAS Inggris
Peristiwa tertawannya satu anggota pasukan SAS
itu segera disampaikan kepada Letjen Ahmad Yani. Karena merupakan
peristiwa sangat penting, anggota SAS yang tertawan dan terluka cukup
serius itu segera diperintahkan oleh Ahmad Yani untuk dikirim ke
Jakarta guna kepentingan propaganda. Bukti adanya pasukan SAS yang
tertawan jelas akan membuat pemerintah Inggris mengambil sikap terhadap
kebijakan militernya di perbatasan Kalimantan-Malaysia.
Tapi
karena kurangnya alat transportasi dan sarana kesehatan, anggota SAS
yang tertawan ternyata sudah meninggal sebelum dikirim ke Jakarta.
Mayat anggota SAS itu akhirnya terpaksa dikuburkan di tengah hutan
Kalimantan dan hanya dog tag dan persenjataannya yang dikirim ke Jakarta sebagai barang bukti.
Pada
pertengahan tahun 1964 konfrontasi Indonesia-Malaysia makin memuncak
apalagi setelah pasukan TNI AU menerjunkan sekitar 100 pasukan ke
wilayah Labis dan kemudian Johor. Aksi ini nyaris menyulut aksi balasan
besar-besaran yang akan dilancarkan RAF dan AL Inggris. Jika
pesawat-pesawat tempur RAF yang berpangkalan di Singapura sampai
menyerang Jakarta, konflik Indonesia-Malaysia pasti berubah kepada
kondisi yang sangat merugikan Indonesia.
Untuk mengatasi
hal terburuk itu, Benny pun dipanggil pulang ke Jakarta pada bulan
Agustus 1964. Untuk pulang ke Jakarta dari pedalaman Kalimantan bukan
sesuatu yang mudah bagi Benny. Pasalnya is harus berjalan kaki selama
empat hari ke kawasan Long Sembiling, lalu disusul melewati belasan
jeram sebelum mencapai sungai besar yang menjadi sarana transportasi
utama di Kalimantan. Setelah menyusuri sungai besar tersebut Benny pun
akhirnya tiba di Tarakan dan selanjutnya terbang ke Jakarta.
Menyadari
bahwa jika pasukan Inggris sampai mengerahkan seluruh kekuatannya akan
berakibat fatal, pemerintah Indonesia pun segera melakukan
penyempurnaan terhadap organisasi pertahanannya. Komando KOGA yang
menurut Presiden Soekarno dianggap tidak bisa berjalan efektif kemudian
diubah menjadi Komando Mandala Siaga (KOLAGA). Dalam struktur komando
ini Omar Dhani tetap menjabat panglima namun kekuasaannya mulai
berkurang karena wilayah komandonya dibatasi hanya di mandala Sumatra
dan Kalimantan.
Kewenangan komando Omar Dhani semakin
surut setelah pada 1 Januari 1965, Soekarno menunluk Mayjen Soeharto
sebagi Wakil Panglima I Kolaga. Wibawa Omar Dhani pun makin merosot
akibat kehadiran Soeharto yang telah sukses menggelar Operasi Trikora
itu. Sebagai Wakil Panglima I Kolaga dan sekaligus Panglima Kostrad,
Soeharto segera melaksanakan perjalanan di seluruh wilayah Kalimantan
Utara dan Sumatra Utara. Dad semua wilayah yang dikunjungi sesuai
perintah Dwikora akan dilaksanakan serangan besar-besaran terhadap
Malaysia. Tapi Soeharto ternyata punya pertimbangan tersendiri terhadap
perkembangan situasi yang kritis dari konflik Indonesia-Malaysia.
Pertimbangan
Soeharto terhadap konflik yang makin memanas itu menjadi semakin
realistis sejak munculnya gerakan G30S/PKI yang mengakibatkan korban
sejumlah jenderal AD, salah satunya adalah Achmad Yani. Gerakan
G30S/PKI yang berhasil ditumpas berkat ketegasan kepimpinan Soeharto itu
makin membuat wibawanya naik daun. Beberapa minggu kemudian Omar Dhani
yang dianggap terkait G30S/PKI diberhentikan dan Panglima Kolaga
langsung diserahkan kepada Soeharto.
Tak lama kemudian
disusul munculnya Supersemar 11 Maret 1966 yang berisi surat perintah
penyerahan kekuasaan kepada Soeharto. Dengan modal kekuasaan dan wibawa
yang dimilikinya Soeharto pun memaki kebijakan sendiri untuk mengatasi
konfrontasi Indonesia -Malaysia. Secara diam-diam Soeharto kemudian
membuka operasi rahasia yang bersifat khusus. Untuk melaksanakan
operasi tersebut ternyata dipercayakan kepada Benny.
Tujuan
operasi khusus itu sendiri ada dua target. Pertama, melakukan usaha
penggalangan dengan para tokoh masyarakat dan partai-partai politik di
Malaysia yang tidak mendukung pembentukan negara Malaysia. Melalui
orang-orang yang mendukung itu, mereka akan dimanfaatkan untuk
mendukung perjuangan Indonesia. Kedua, mengkaji secara mendalam
kebenaran persepsi dan sikap formal pemerintah Indonesia yang
beranggapan Indonesia memang telah dikepung oleh Nekolim Malaysia.
Sementara sasaran inti operasi khusus adalah seluruh potensi yang anti
federasi dan pro pemerintah Indonesia serta mereka yang kemungkinan
menyetujui adanya gagasan untuk mengakhiri konfrontasi secara damai.
Namun jika operasi khusus itu menemui kegagalan semua kekuatan militer
Indonesia siapkan melakukan penghancuran fisik terhadap Malaysia.
Dari Thailand
Operasi
khusus yang dipimpin oleh Benny tidak dilaksanakan langsung dari
Indonesia melainkan dari daratan Thailand yang berada di lambung
belakang Malaysia. Operasi itu terbagi dalam empat jenis, yakni operasi
intelijen, operasi teritorial, operasi kantong, dan operasi ganyang.
Operasi intelijen bertujuan mengumpulkan segala macam bahan-bahan
intelijen, operasi teritorial bertujuan membantu rakyat setempat yang
menentang pembentukan negara Malaysia, operasi kantong merupakan
pemindahan pasukan ABRI dari perbatasan masuk ke daerah lawan secara
clandestine, dan operasi ganyang merupakan aksi perongrongan oleh para
gerilyawan di daerah lawan.
perasi khusus yang ditangani
Benny ternyata lebih menonjol dan cenderung menyelesaikan konfrontasi
Indonesia-Malaysia secara damai. Benny yang saat berada di Thailand
menyamar sebagai petugas tiket Garuda, tugasnya tidak hanya secara
diam-diam mengirimkan infiltrant lewat Thailand tapi membangun kontak
dengan tokoh-tokoh Malaysia yang pro damai. Kontak pertama dengan tokoh
Malaysia bernama Ghazali dilakukan Benny di Bangkok. Kehadiran Ghazali
sendiri saat itu didampingi Des Alwi, tokoh nasionalis Indonesia yang
terpaksa melarikan diri ke Malaysia karena menentang kepemimpinan Bung
Karno. Dari dua orang yang ditemuinya itu, Benny yang sudah
mendatangkan Ali Moertopo ke Bangkok, lalu membangun kontak lebih jauh
lagi, yakni bertemu Menteri Pertahanan Malaysia, Tun Abdul Razak.
Des
Alwi yang kemudian bertemu Abdul Razak ternyata mendapat sambutan
positif karena Menhan Malaysia ini ternyata menginginkan penyelesaian
secara damai. Berbeda dibandingkan PM Malaysia Tunku Abdul Rah-man yang
masih menginginkan konfrontasi. Des Alwi juga menekankan keinginan
penyelesaian secara damai itu bukan datang dari Soekarno melainkan dari
Soeharto yang juga menjabat Panglima Kostrad. Kepercayaan Razak makin
mantap karena sepengetahuannya Kostrad tidak begitu antusias mengganyang
Malaysia. Itu bisa dilihat dari sedikitnya personel Kostrad yang
berhasil ditawan Malaysia. Dengan unsur “tidak begitu dendam” terhadap
Kostrad, Razak kemudian bersedia untuk segera bertemu Benny.
Tak
lama kemudian pertemuan Benny dan Razak berlangsung di Bangkok. Hasil
pertemuan untuk penyelesaian secara damai bahkan makin maju karena
Razak yang begitu antusias malah mengundang Benny untuk datang ke Kuala
Lumpur.
Ketika perundingan damai antara Benny dan Menlu
Razak makin mengalami kemajuan, pertempuran di perbatasan masih
berlangsung sengit. Baik politisi dan petinggi militer Malaysia maupun
Indonesia hanya sedikit yang mengetahui upaya penyelesaian damai itu.
Benny sendiri ketika berkunjung ke Malaysia melakukannya secara
rahasia. Agar tidak mengundang kecurigaan para petugas intelijen
Inggris yang banyak berkeliaran di Malaysia, Benny mempergunakan
dokumen perjalanan Malaysia. Misi Benny sukses selain bertemu Razak,
dia juga sempat mengunjungi tahanan asal Indonesia dan memproses
administrasi untuk memulangkan mereka kelak. Benny bahkan bisa
menyiapkan safe house di Kuala Lumpur untuk lokasi
perundingan-perundingan selanjutnya.
Tim operasi khusus
yang kemudian memungkinkan pejabat Indonesia bisa berkunjung ke Kuala
Lumpur untuk berunding bahkan menjadi lebih lengkap. Tidak hanya Benny,
tapi anggota tim utama lainnya seperti bos Benny, Ali Moertopo, Daan Mogot, dan Willy Pesik
juga hadir. Kedatangan tim secara rahasia itu bahkan sempat
menggemparkan Malaysia. Pasalnya, kendati tim Benny datang dengan
memakai dokumen perjalanan Malaysia, secara tak sengaja mereka mengisi
kolom formulir imigrasi sehingga petugas imigrasi tahu adanya orang yang
menyelundup ke Kuala Lumpur.
Menteri Dalam Negeri
Malaysia Tun Ismail menjadi berang karena merasa tidak diberi tahu,
tapi mujur Abdul Razak bisa menjernihkan kehebohan itu. Meskipun
Mendagri Ismail sempat berang, kontak Razak dan tim Benny serta All
Moertopo yang berada di Jakarta ternyata masih bisa berjalan secara
rahasia. Pihak Inggris dan PM Malaysia yang sengaja tidak diberi tahu
mengenai upaya damai ternyata diam-diam, saja seperti tidak tahu sama
sekali. Sebaliknya di Indonesia, Bung Karno yang sudah mencium upaya
damai itu malah tampak tenangtenang dan menilai Benny sedang belajar
jadi seorang diplomat.
Puncak dari operasi rahasia adalah
ketika sebuah Hercules TNI AU pada 25 Mei 1966 terbang secara rahasia
dari Jakarta menuju Kuala Lumpur. Hercules yang mengangkut sejumlah
perwira tinggi ABRI untuk perdamaian itu akan mendarat di Bandar Udara
Subang, Kuala Lumpur, dan selanjutnya meneruskan perjalanan menuju Alor
Setar, ibukota negara bagian Kedah untuk mengawali pembicaraan dengan
PM Malaysia Tunku Abdul Rahman. Yang unik Tunku Abdul Rahman saat itu
tidak mempercayai Razak bahwa akan datang tim perdamaian dari
Indonesia. Namun demikian, Tunku Rahman tetap terbang menuju Alor
Setar. Sebaliknya ketika Tunku sudah terbang, Abdul Razak mulai was-was
karena Hercules TNI AU yang ditunggutunggu tidak segera tiba.
Misi Damai
Ketegangan
dalam menunggu kedatangan Hercules makin diperburuk karena adanya
gangguan komunikasi radio dan dugaan jangan-jangan Hercules misi damai
itu telah ditembak jatuh Inggris. Kendati merupakan penerbangan untuk
misi damai, rute yang dilalui Hercules tetap melalui kawasan udara yang
menjadi kawasan patroli bagi pesawat-pesawat tempur RAF. Setelah
diketahui bahwa gangguan komunikasi radio disebabkan gelombang radio di
Subang sedang diganti frekuensinya, Razak dan timnya akhirnya hanya
bisa menunggu. Tapi Razak tetap masih menunjukkan kegelisahannya karena
terlanjur mengirim sebuah pesawat terbang dengan harapan bisa memandu
Hercules. Pesawat yang dikirim Razak ini juga tetap saja rentan
terhadap sergapan pesawat tempur Inggris.
Pesawat Hercules TNI-AU
Hercules misi
damai yang dipiloti Komodor Susanto akhirnya bisa mendarat dengan
selamat di Kuala Lumpur. Setelah mengadakan perundingan dengan Razak
dan sukses, tim sepakat melanjutkan perundingan dengan Tunku di Alor
Setar. Tapi mendaratnya pesawat militer Indonesia di Kuala Lumpur
dengan misi rahasia ternyata membuat perwakilan Inggris marah besar.
RAF bahkan mengancam akan menembak jatuh Hercules yang melanjutkan
perjalanan ke Kedah karena pasti melintasi ruang udara Butterworth.
Penang, tempat pangkalan militer Inggris. Sementara delegasi Indonesia
juga tak mungkin meninggalkan Hercules TNI AU karena pasti akan disabot
oleh Inggris. Untuk mengatasi kendala itu sejumlah pejabat pen-ting
Malaysia memutuskan masuk Hercules sehingga membuat RAF kebingungan.
Mereka
tidak mungkin menembak jatuh Hercules yang berisi para pejabat penting
Malaysia. Penerbangan ke Kedah pun berlangsung dalam suasana penuh
ketegangan. Suasana bersahabat baru muncul setelah rombongan tiba di
rumah peristirahatan Tunku Rahman. Kehadiran Benny yang cukup dikenal
Tunku lewat Razak bahkan makin memperlancar pertemuan.
Hasil
perundingan sukses dan pada 27 Mei, tim perdamaian Indonesia sudah
bisa pulang ke Jakarta. Tindak lanjut dari pertemuan dengan Tunku
Rah-man adalah perundingan Abdul Razak dengan Menlu Adam Malik di
Bangkok dan langsung menghasilkan rumusan mengenai penyelesaian
konfrontasi secara damai. Tapi sikap Adam Malik yang menerima begitu
saja setiap usulan Malaysia sempat membuat Bung Karno dan unsur dari
ABRI kecewa, sehinggga peran Adam Malik diserahkan kepada Soeharto. Di
tangan Soeharto bola penyelesaian damai seolah menemukan penyerang yang
tinggal mengegolkan ke gawang.
Jakarta Accord
Pada 11 Agustus 1966,
piagam yang dikenal sebagai Jakarta Accord berisikan persetujuan untuk
menormalisasi hubungan Indonesia-Malaysia disepakati. Konfrontasi yang
telah menelan korban jiwa dan harta pun bisa diakhiri dengan memuaskan
dan menghindarkan dari perang yang makin meluas hingga ke Sumatra dan
Jawa. Setelah perdamaian bisa diwujudkan, Benny ternyata masih bertahan
di Kuala Lumpur. Prajurit komando itu tidak lagi bertugas menggalang
pasukan gerilyawan tapi bertugas memulihkan kembali persahabatan antara
kedua Bangsa baik secara diplomatik maupun sebagai saudara serumpun.
sumber : sejarahperang.com